Jumat, 08 Juni 2012



HIDROGEOLOGI

           


      Sistem penambangan yang banyak digunakan saat ini ada tiga macam, yaitu sistem tambang terbuka, tambang bawah tanah, dan tambang bawah laut. Pemilihan metode penambangan ini didasarkan pada kondisi Topografi, Geologi, Endapan Bahan Galian dan nilai Ekonominya. Sistem penambangan yang digunakan di Desa Karangsari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sistem tambang terbuka dengan metode Quarry. Hal ini dipilih karena kondisi bahan galian yang letaknya didekat permukaan tanah sehingga sangat efektif jika menggunakan tambang terbuka.
Sistem tambang terbuka pada akhir penambangan akan menghasilkan lubang bukaan penambangan, sehingga selama kegiatan penambangan akan menghadapi kendala air terutama air hujan. Di daerah ini terdapat air tanah yang sangat sedikit, sehingga bisa air tanah tidak mempengaruhi kegiatan tambang secara signifikan. Oleh karena itu perlu dibuat rancangan penyaliran air tambang untuk mengatasi masalah air yang berasal dari air hujan.
            Salah satu ciri utama tambang terbuka adalah adanya pengaruh iklim pada kegiatan penambangan. Elemen-elemen iklim tersebut antara lain hujan, panas/temperatur,tekanan udara dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kondisi tempat kerja, yang selanjutnya mempengaruhi produktivitas tambang. Oleh karena itu perlu dilakukan adanya kajian hidrogeologi.
      Agar dalam melakukan kajian hidrogeologi dapat berjalan lancar dan tepat sasaran, diperlukan kerangka kajian. Kerangka kajian ini sebagai acuan pelaksanaan kajian di lapangan, terutama cakupan materi, data-data yang harus diambil, urutan dan kaitan masing-masing aspek kajian serta hasil yang diperoleh. Secara ringkas kerangka kajian mencakup :
1.      Kajian Hidrologi
2.      Kajian Hidrogeologi
3.      Pengendalian Air tambang
4.      Perhitungan dimensi saluran terbuka
5.      Rancangan kolam pengendapan
Diagram alir kerangka kajian hidrogeologi dapat dilihat di halaman berikut :

Gambar 5.1
Kerangka Kajian Hidrogeologi Desa Karangsari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta


5.1              Kajian Hidrologi
Pada umumnya proses – proses yang berkaitan dengan siklus air merupakan hal yang periodik terhadap ruang dan waktu, yang tergantung pada pergerakan bumi terhadap matahari dan rotasi bumi pada porosnya.
5.1.1.      Siklus Hidrologi dan Neraca Air
Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 Milyard km3 air : 97,5 % adalah air laut, 1,75 % berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian yang lain merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra=interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka Waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff = limpasan air tanah).
Jadi, sungai itu mengumpulkan 3 jenis limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut. Singkatnya ialah : uap dari laut dihembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai presipitasi ke laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan. Bagian yang lain mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut.
Sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan berlangsung terus. Sirkulasi air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle). Sirkulasi air ini dipengaruhi oleh kondisi meteorology (suhu, tekanan, atmosfer, angin, dan lain-lain) dan kondisi topografi; kondisi meteorologi adalah faktor-faktor yang menentukan.
Gambar 5.2
Siklus Hidrologi
Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran kedalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air (water balance)
Umumnya, terdapat Hubungan keseimbangan sebagai berikut :
P = D + E + G + M
Keterangan :
P = Presipitasi                                    
D = Debit
E = Evapotransportasi                                   
G = Penambahan (supply) air tanah
M = Penambahan kadar kelembaman tanah (moisture content)



5.1.2.      Kondisi Hidrologi Daerah Penyelidikan
Daerah penelitian di Desa Karangsari, Kecamatan Semin,Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hujan tropis yang ditandai dengan adanya pergantian dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan November sampai dengan bulan Mei dengan curah hujan rata-rata berkisar 61,5 – 421 mm/bulan dan musim kemarau dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 0 mm – 54,75 mm/bulan. Temperatur udara berkisar antara 36C - 43C. Curah hujan rata-rata per tahun yaitu 1317,25mm. Jumlah hari hujan rata-rata per tahun hanya 80 hari/tahun. Curah hujan harian maksimum adalah 87,0 mm/hari.
5.1.3.      Curah Hujan
Curah hujan akan menunjukkan suatu kecenderungan pengulangan. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam analisis curah hujan dikenal istilah periode periode ulang hujan(return of period), yang berarti kemungkinan periode terulangnya suatu tingkat curah hujan tertentu. Satuan periode ulang adalah tahun.
Dalam perancangan suatu bangunan air atau dalam hal ini adalah sarana penyaliran tambang, salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana, yaitu curah hujan dengan periode tertentu atau curah hujan yang memiliki kemungkinan akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu. Data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pengamatan hujan merupakan data dapat digunakan secara langsung untuk perhitungan dalam analisis curah hujan, dan dapat juga diolah terlebih dahulu dengan menggunakan metode statistik.









Tabel 5.1 Data Curah Hujan Tahunan
Tahun
Curah Hujan (mm)
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Total
2003
126
361
166
6
63
0
0
0
0
0
162
363
1247
2004
138
364
136
15
74
9
17
0
0
8
83
252
1096
2005
257
142
77
62
0
73
23
0
0
48
231
495
1408
2006
325
198
335
194
66
0
0
0
0
0
16
227
1361
2007
99
201
334
186
47
35
0
2
0
7
103
723
1737
2008
568
394
353,8
125
0
0
0
0
0
104
677
257,8
2480
2009
254
382
269
85,5
124
36
0
0
0
17
11,5
109
1288
Rata-2
252,43
291,71
238,69
96,21
53,43
21,86
5,71
0,29
0,00
26,29
183,36
346,68

Curah Hujan Rata-rata per Tahun
1517

Berikut adalah data curah hujan bulanan pada tahun 2009 di Desa Karangsari:
TGL.
BULAN
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGT
SPT
OKT
NOP
DES
(   mm   )
1
0
6
5
5
11
0
0
0
0
0
2
15
2
0
3
0
20
14
0
0
0
0
0
0
26
3
0
0
4
5
1
0
0
0
0
0
8
29
4
5
0
16
11
18
0
0
0
0
0
0
33
5
0
0
1
10
3
0
0
0
0
0
1
0
6
0
19
15
10
11
0
0
0
0
0
0
0
7
0
20
4
1
0
0
0
0
0
0
1
0
8
6
1
10
25
14
0
0
0
0
0
0
0
9
2
87
0
10
0
0
0
0
0
0
0
22
10
6
5
21
10
6
0
0
0
0
0
6
30
11
0
0
1
10
2
0
0
0
0
0
0
0
12
0
12
0
0
0
0
0
0
0
0
7
23
13
0
4
3
13
0
0
0
0
0
0
0
0
14
42
2
1
2
0
0
0
0
0
0
0
0
15
0
15
25
10
0
0
0
0
0
0
0
17
16
12
47
1
11
0
0
0
0
0
0
0
33
17
0
0
5
10
0
0
0
0
0
0
0
14
18
0
5
0
11
0
0
0
0
0
0
5
12
19
0
0
1
2
0
0
0
0
0
0
2
93
20
3
14
4
11
0
0
0
0
0
0
0
0
21
7
0
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
22
2
1
1
38
0
0
0
0
0
0
7
0
23
25
6
3
2
0
0
0
0
0
0
0
28
24
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
5
4
25
7
6
41
2
13
0
0
0
0
0
8
3
26
9
0
10
12
12
0
0
0
0
0
0
30
27
0
5
0
10
0
0
0
0
0
0
6
10
28
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
29
12
1
7
0
12
0
0
0
0
0
12
15
30
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
31
1

1

3
0
0
0
0
0
 0,0
0
TOTAL
140
260
180
267
120
0
0
0
0
0
70
450
Sumber : Kecamatan Semin
Tabel 5.2
Data Curah Hujan bulanan Tahun 2008


5.1.4.      Analisa Data Curah Hujan
Perhitungan Intensitas curah hujan :
          
Keterangan :    I     = Intensitas curah hujan (mm/jam)
                        R24 = Curah Hujan harian maksimum (mm/hari)
                        t     =  Waktu = 1 jam
         
             mm/jam
Dengan Intesitas curah hujan sebesar 30,482 mm/jam, maka bisa disimpulkan bahwa keadaan hujan di Desa Karangsari merupakan hujan sangat lebat berdasarkan kriteria keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan pada table 5.3 berikut

Keadaan Curah Hujan
Intensitas Curah Hujan (mm)
1 jam
24 Jam
Hujan sangat ringan
< 1
< 5
Hujan Ringan
1-5
5-20
Hujan Normal
5-10
20-50
Hujan Lebat
10-20
50-100
Hujan sangat lebat
> 20
> 100
Tabel 5.3
Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan

5.1.5.      Air Limpasan
Air limpasan (run off) adalah bagian curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau maupun laut (Asdak, 1995). Aliran tersebut terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi akibat intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi atau faktor lain, seperti kemiringan lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi (Arsyad, 1989). Disamping itu, air hujan yang telah masuk ke dalam tanah kemudian keluar lagi ke permukaan tanah dan mengalir ke bagian yang lebih rendah (Sri Harto, 1985).
Daerah Gunung Kidul merupakan daerah karst yang banyak terdapat fracture, maka kapasitas infiltrasi daerah ini termasuk tinggi sehingga air hujan akan dapat langsung terinfiltrasi melalui bidang – bidang perlapisan, retakan – retakan, dan porositas sekunder, sehingga debit air limpasan dapat diasumsikan minimal.
5.1.6.      Debit Air Limpasan
Metode yang dianggap baik untuk menghitung debit air limpasan puncak (peak run off = Qp) adalah metode rasional (US Soil Conservation Service, 1973 dalam Asdak, 1995).
Qp = 0,278 C I A  (m3/detik)
Keterangan :
Qp   : debit puncak (m3/detik)
C   : koefisien air limpasan
I      : intensitas hujan (mm/jam)
A    : luas daerah DTH (km2)
Metode rasional berasumsi bahwa intensitas curah hujan merata di seluruh DAS (daerah aliran sungai) dengan lama hujan (durasi) sama dengan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan aliran air larian.
Koefisien air limpasan adalah (run off) bilangan yang menunjukan perbandingan antara air limpasan dengan jumlah air hujan. Sedangkan koefisien regim sungai (KRS) merupakan koefisien perbandingan antara debit harian rata-rata maksimum dengan debit harian rata-rata minimum. Secara makro evaluasi terhadap DAS dapat dilakukan dengan menghitung nisbah (ratio) debit maksimum – minimum dari tahun ke tahun. Penentuan koefisien limpasan dalam rancangan penyaliran tambang umumnya menggunakan the catchment average volumetric run off coefficient. Faktor – factor yang berpengaruh antara lain : kondisi permukaan tanah, luas daerah tangkapan hujan, kondisi tanah penutup, dan lain-lain.
Debit air limpasan hasil perhitungan adalah sebesar 0,3276m3/detik

5.2              Morfologi
5.2.1    Morfologi Daerah Wonosari
Daerah penambangan merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian 360 m di atas permukan air laut.Geomorfologi yang dapat ditemukan pada kawasan Formasi Wonosari yakni lembah, gua berstalaktit dan stalagmite, sungai bawah tanah, doline, dan uvala. Ciri perbukitan pada kawasan tersebut yakni lereng terjal, berbatu, dan memiliki kemiringan 15%, berbentuk kerucut, puncak membulat, dan lapisan tanah penutup yang tipis.
5.2.2    Daerah Tangkapan Hujan
            Daerah tangkapan hujan merupakan suatu luasan daerah dimana air cenderung mengumpul dan menuju ke tempat tertentu. Daerah tangkapan hujan ini mempengaruhi jumlah air limpasan yang mengalir pada suatu area tambang. Daerah tangkapan hujan ini dipengaruhi oleh keadaan topografi suatu daerah, apakah itu bukit atau dataran. Untuk daerah penyelidikan di Dusun Wonosari, Desa Jurangjero daerah tangkapan hujan ini bisa dilihat dan ditentukan dari arah kemiringan lereng dimana air mengarah ke dasar lereng atau sungai, sehingga untuk jenjang tambang yang didasar lereng perlu memperhatikan air limpasan yang mengalir di jenjang tersebut dan daerah-daerah lain yang dearah tangkapan hujannya menyentuh jenjang tambang.
Kondisi daerah penambangan (mine area) di Wonosari yang akan dibuka umumnya merupakan kawasan yang berpotensi sebagai daerah tangkapan hujan. Luas Daerah Tangkapan Hujan Di Desa Wonosari sebesar 48.324,1292 m2

5.3              Kajian Hidrogeologi
5.3.1    Geologi Daerah Penyelidikan
Berdasarkan ciri batuan yang terdapat di daerah penyelidikan, batuan dapat dikelompokkan menjadi batuan Pra – tersier dan batuan Tersier. Daerah Gunung Kidul memiliki jenis batuan yang sangat variatif mulai dari jenis batuan dengan umur tersier; adalah sekis, filit, marmer, kuarsit, dan sabak yang berumur pra – tersier. Diatasnya dijumpai kelompok jiwo yang terdiri dari Formasi Wungkal serta formasi batugamping dengan litologi konglomerat, batu pasir, gamping foraminifera dan napal, secara tidak selaras diatasnya dijumpai Formasi Kebo – Butak, dimana Formasi Kebo terdiri dari serpih, batu pasir dan algomerat sementara pada formasi butak terdapat Formasi Semilir yang terdiri dari breksi tufa pumis asam berumur meiosen awal. Formasi Wonosari tersusun dari batugamping berlapis, batugamping massif, dan batugamping terumbu. Ciri fisik yang spesifik pada formasi ini adalah porositas sekunder berupa rongga – rongga yang terbentuk dari hasil pelarutan  mineral – mineral kalsit maupun dolomit. Formasi ini kadang kadang menunjukkan hubungan selaras di atas formasi Oyo.
5.3.2.   Kajian Kondisi Air tanah
Analisis kondisi air tanah di daerah penambangan didasarkan pada pengamatan langsung dilapangan dan peta hidrogeologi. Secara umum arah dan pola aliran air tanah didaerah penyelidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Arah dan pola aliran air tanah bebas sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi daerah penyelidikan.
2.  Arah dan pola aliran air tanah tertekan lebih ditentukan oleh kondisi tekanan 
     pisometrik daerah tersebut.         
Keberadaan air tanah pada operasi tambang terbuka telah menjadikan salah satu faktor batasan penting terhadap tingkat keberhasilan ekonomis awal dari suatu operasi penambangan. Semakin dalam kemajuan penambangan tambang terbuka maka tingkat permasalahan air tanah akan semakin sulit. Oleh karena itu perlu adanya sistem penyaliran yang baik. Penyaliran diperlukan sebagai penunjang kelancaran dalam kegiatan penambangan. Sistem penyaliran yang ada pada lokasi tambang terbuka dilaksanakan karena akumulasi air di dalam tambang yang harus dikeluarkan.
Penyaliran pada tambang terbuka umumnya dilakukan dengan cara Drainase, yang bertujuan untuk mencegah air agar tidak masuk ke dalam area tambang yaitu dengan membuat parit bila topografi di daerahnya memungkinkan dimana parit ini dibuat sebagai saluran mengeluarkan air dari tambang terbuka. Cara ini relatif murah dan ekonomis bila dibandingkan dengan sistem penyaliran menggunakan cara pemompaan air keluar tambang.
Pada Dusun wonosari terdapat sejumlah air tanah, dibuktikan dengan adanya sumur-sumur di pemukiman penduduk dengan kedalaman sekitar 10 – 12 m. Kondisi air tanah saat pengamatan cukup jernih, sehingga warga dusun Wonosari menggunakan air tanah ini untuk keperluan sehari-hari seperti untuk memasak, mandi, mencuci, dan sebagainya.
Namun, karena rencana penambangan PT Napalindo Enterprise berada di atas level muka air tanah, sehingga keberadaan air tanah tidak mengganggu kegiatan penambangan. Oleh karenanya dalam perhitungan jumlah air tambang, air tanah tidak ikut dihitung.

5.4       Pengendalian Air Tambang
Dalam setiap tambang, banyak atau sedikit selalu ada air yang mengalir masuk ke dalam tambang. Air ini masuk melalui batas perlapisan, celah – celah batuan ataupun patahan. Masuknya air kedalam tambang harus dicegah atau dikeluarkan agar tambang tidak terjadi genangan. Pencegahan masuknya air kedalam tambang dapat dilakukan dengan jalan membuat parit pada lereng – lereng bagian atas singkapan, kemudian mengalirkannya ke tempat lain keluar daerah penambangan. Pada tempat – tempat yang diperkirakan akan menjadi jalur masuknya air kedalam tambang, misalnya pada perpotongan antara aliran sungai dan singkapan.
Penyaliran pada system tambang terbuka umumnya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.   Penyaliran tambang dengan pemompaan
Yaitu dengan mengeluarkan air tanah yang terdapat pada suatu jenjang. Air  tersebut selanjutnya dipompa keluar atau ke permukaan tambang menuju ke kolam pengendapan dan selanjutnya dikeluarkan ke sungai jika sudah memenuhi syarat tertentu. Penyaliran dengan pemompaan dapat dilakukan dengan sistem pemompaan langsung menggunakan pompa slurry  dan dengan sistem pemompaan tidak langsung berupa fasilitas pompa yang terpasang secara terpisah untuk memompa air bersih (tidak berlumpur), dimana air tambang yang terkumpul diendapkan terlebih dahulu untuk memisahkan air jernih dengan endapan lumpur pada suatu sumur pengendap (settler sump).
2.  Penyaliran tambang dengan paritan
Yaitu dengan membuat suatu peritan yang mengelilingi tambang untuk mencegah masuknya air dalam front kerja tambang untuk tambang terbuka. Air yang mengalir dengan sistem ini menggunakan gaya gravitasi untuk keluar ke permukaan.
Karena pada lokasi penelitian di Desa Wonosari air tanah tidak mempengaruhi kegiatan penambangan, maka sistem penyaliran yang ada hanya menggunakan paritan.
Pengendalian air tambang ini meliputi :
1. Perhitungan jumlah air tambang
2. Penentuan saluran terbuka
3. Penentuan kolam pengendapan.
Jumlah air tambang pada tambang terbuka adalah jumlah air limpasan dan jumlah air hujan yang langsung masuk ke dalam tambang.
5.4.1.      Perhitungan jumlah air yang masuk ke tambang
Adapun air yang masuk kedalam tambang ini dapat berasal dari
1.    Air Hujan yang langsung masuk ke bukaan tambang
          ket : CH harian max= 87 mm/ hari = 1,01x 10-6 m/detik                                                        A = 15.649,103 m2
Qp = 0,0158m3/detik
2.    Air limpasan
  ket : A = 0,04832 km2
m3/detik
3.    Jumlah air tambang     = Qp + Qmax
= 0,0158 m3/detik + 0,3276 m3/detik
= 0,3434 m3/detik

5.4.2.   Penentuan saluran terbuka
Masalah yang cukup penting dalam merancang sistim penyaliran tambang adalah penentuan dimensi saluran terbuka. Untuk itu, perhitungan dimensi saluran dilakukan dengan menggunakan rumus Manning :

Keterangan:   
Q =      Debit aliran (m3/detik)
            n  =      Koefisien kekasaran saluran
A =      luas penampang saluran (m2)
R =      jari – jari hidrolis (m)
S=       kemiringan dasar saluran (%)
Gambar 5.3
Penampang Saluran Terbuka
   Untuk saluran berbentuk trapesium dengan kemiringan sisi 600, digunakan   rumus :
                                                                
        
         A = (b + Zd).d
         = (1,155d+0,577d) x d = 1,73 .d2
         P  = b + {(1+Z2)0,5 – Z} =  3,455 d
                                 
Besarnya debit air tambang yang melewati saluran ini adalah 0,3434 m3/detik.
Dengan :
Q = Debit aliran air dalam saluran               (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik                         (m)
A = Luas penampang saluran                      (m2)
S = kemiringan                                             (0,35%)
n  = Koefisien kekasaran dinding saluran    (tetapan Manning)
Saluran untuk mengalirkan air tambang umumnya terdiri dari tanah maka koefisien kekasaran dinding saluran diperoleh nilai   n = 0,04.
            Berdasarkan data diatas, ukuran saluran untuk penyaliran air tambangadalah:
-          Debit air yang masuk saluran
Q1  = 0,3434m3/detik
-          Ukuran saluran
                         Q =  x R2/3 x S1/2 x A
      Kemiringan dasar saluran penyaliran air tambang umumnya adalah 0,35% = 0.0035 dengan n = 0.04
         0,3434    =  x (0,5 d)2/3 x (0,0035)1/2 x 1,73 d2
         0,3434    =  1,6119 d8/3
         d8/3          =  0,2130
         d             = 0,7829 m
         dan tinggi jagaan (d’) = 15% x d = 0,1174 m
         b             = 1,155 x 0,7829m
                        = 0,9042 m
         A           = 1,73 d2
                        = 1,0604 m2
         B               = b + 2 Z d
                        = 1,8077 m
         a             =  d/sin 600 = 0,904 m
5.5.      Penentuan Jumlah Pompa
Pada daerah penelitian di Desa Wonosari, kegiatan penambangan dilakukan diatas batas air tanah, sehingga penyaliran dengan menggunakan pompa tidak diperlukan.

5.6.      Kolam Pengendapan
Dalam merancang kolam pengendapan terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, antara lain ukuran dan bentuk butiran padatan, kecepatan aliran, persen padatan, dan sebagainya


5.6.1.   Ukuran partikel
   Luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan parameter dan asumsi sebagai berikut :
-          Hukum Stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, dan untuk persen padatan lebih besar dari 40% berlaku hukum Newton.
-          Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6 m, karena jika lebih besar akan diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.
-          Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/ms (Rijn, L.C. Van, 1985).
-          Partikel padatan dalam lumpur dari material yang sejenis.
-          Batasan ukuran partikel yang diperbolehkan keluar dari kolam pengendapan diketahui
-          Kecepatan pengendapan partikel dianggap sama.
-          Perbandingan cairan dan padatan telah ditentukan.
5.6.2.   Bentuk kolam pengendapan
Bentuk kolam pengendapan umumnya hanya digambarkan secara sederhana, berupa kolam berbentuk empat persegi panjang. Padahal, sebenarnya bentuk kolam pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi lapangan dan keperluannya. Walaupun bentuknya bermacam-macam, setiap kolam pengendapan akan selalu mempunyai 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan (solid particle). Empat zona tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk ke dalam kolam pengendapan dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara seragam. Zona ini panjangnya 0,5 – 1kali kedalaman kolam (Huisman, 1977).
2.      Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid) akan mengendap. Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendapan dikurangi panjang zona masuk dan keluaran (Huisman, 1977)
3.      Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur) mengalami pengendapan
4.      IMG_0011.jpgZona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari ujung lubang pengeluaran (Huisman, 1977).
















Gambar 5.4
Sketsa Kolam Pengendapan
Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti :
-          Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkelok-kelok (zig-zag), lihat Gambar 6.3 agar kecepatan aliran lumpur relatif rendah, sehingga partikel padatan cepat mengendap.
-          Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Back hoe yang biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan, seperti mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dsb.
IMG_0011.jpg











Gambar 5.5
Bentuk Kolam Pengendapan yang Memenuhi Syarat Teknis

5.6.3.   Perhitungan Ukuran Kolam Pengendapan
Perhitungan ukuran kolam pengendapan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan hukum Stokes atau hukum Newton. Setelah dilakukan pengamatan, ternyata pada penelitian di Desa Wonosari, persen padatan kurang dari 40 % (sangat sedikit), sehingga pendekatan yang digunakan untuk perhitungan kolam pengendapan adalah pendekatan Hukum Stokes.
Perhitungan dengan pendekatan Hukum Stokes
Persen padatan kurang dari 40%.
Berdasarkan pengamatan dan pengukuran di lapangan diketahui :
-          Jumlah air tambang (Qlumpur)                                 = 2132,514 ton/jam
-          Ukuran partikel yang keluar dari kolam (Ukur)    = 0,000125 m (pasir halus)
-          Kerapatan partikel padatan (ps)                            = 1725 kg/m3
-          Kekentalan air tambang (Vis)                               = 0,00000131 kgm-1s-1
-          Persen padatan (Sol)                                             = 0,25
-          Persen air (Air)                                                      = 0,75

Berdasarkan data-data tersebut di atas, maka dapat dihitung :
- Berat padatan per m3                  = Sol x Qmat x 1000
                                                      = 0,25 x 2132,514 x 1000 = 533.128,5 kg
- Berat air per m3                           = Air x Qmat x 1000
                                                      = 0,75 x 2132,514 x 1000 kg
                                                      = 1.599.385,5 kg                                            
- Volume padatan per detik          =        m3s-1
       
= 0,214625 m3/s    
- Volume air per detik                   =         
= 1,1107 m3/s             
- Total volume per detik                = (0,1322 + 1,1107) m3/s
                                                            =1,325309375m3/s
- Kecepatan pengendapan =                           =                                                                         =  0,4708 m/s             
- Luas kolam pengendapan yang diperlukan =
                                                                       =    
                                                                        =2,8149 m2
Qmat
(t/jam)
Ps
(kg/m3)
Vis
(kg/ms)
Sol
(%)
Air
(%)
Ukuran
(m)
Vt
(m/s)
A
(m2)
2132,514
1725
1.31.10-6
25
75
1,25.10-4
8.10-5
6.10-5
0,4708
2,8149
0,1928
6,8725
0,1085
12,2178
Tabel 5.4
Ukuran Kolam Pengendapan Menurut Perhitungan Dengan Hukum Stokes
   Upaya penyaliran air yang dilakukan pada PT. Napalindo Enterprise adalah dengan membuat paritan kecil dengan lebar 90,42cm dan kedalamannya disesuaikan dengan debit air yang mengalir pada tambang tersebut.Pemilihan metode penyaliran dengan paritan dipilih karena lebih murah dibandingkan dengan metode pemompaan.

4 komentar:

  1. thanks gan, good post.

    moga agan tambah sukses.

    salam tambang

    BalasHapus
  2. Gan, ada file asli yg ini..kalau ada tolong kirimkan ke chandr4@hotmail.com soalnya gw ga bisa buka picnya.. Thanks

    BalasHapus
  3. mau file aslinya dong kalo ada

    BalasHapus